Laman

Kamis, 14 Juli 2011

Menjadi Profesional Demi Generasi Mendatang

Melelahkan memang, menyimak berita-berita tentang penyimpangan etika profesi yang sering terjadi di negeri ini. Setiap bidang mempunyai cerita tentang bagaimana seseorang yang sebenarnya diharapkan mampu menjadi profesional (atau ahli di bidang pekerjaannya) ternyata melakukan distorsi profesionalisme. Di bidang hukum, kasus suap menyuap terjadi di kalangan penegak hukum. Di bidang politik, para politisi berslogan demokratisasi namun senyatanya melakukan agitasi, korupsi, dan manipulasi. Di bidang pendidikan, terdapatnya kasus-kasus pemukulan guru terhadap para muridnya. Di bidang kesehatan, ada dokter melakukan mal praktek. Di bidang seni, plagiarisasi atas hasil karya seni orang lain. Dan masih banyak lagi dapat kita temui dalam kehidupan kita sehari-hari bagaimana orang yang seharusnya mampu menjalankan peran profesionalisme dalam profesinya masing-masing namun yang terjadi adalah penyimpangan dari jalur etika profesionalismenya sendiri. Tulisan ini tidak bermaksud mengungkap dampak etis, yuridis, ekonomis ataupun yang lain namun lebih mengkhususkan pada tilikan edukasi mengenai ekses yang ditimbulkan bagi generasi mendatang.
Profesionalisme berasal dari kata dasar profession yang, menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary (2000), berarti “a type of job that needs special training or skill, especially one that needs a high level of education”, sedangkan professionalism sendiri memiliki arti “the high standard that you expect from a person who is well trained in a particular job”. Dalam pengertian tersebut jika seseorang menjadi profesional dapat artikan bahwa dia mengerti dan memahami benar bidang yang dia geluti serta mampu menjalankan peran, tugas dan tanggung jawabnya dalam bidang tersebut dengan keahlian dan kecakapan yang optimal.
Dalam konteks pendidikan formal di Indonesia, usaha-usaha untuk mempersiapkan peserta didik menjadi seorang yang profesional secara formal sudah mulai dilakukan sejak bangku sekolah menengah atas. Sekolah Menengah Umum menjuruskan siswa-siswinya di kelas tiga ke dalam jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Bahasa. Terdapat juga sekolah-sekolah kejuruan yang memfokuskan telaahnya dalam disiplin ilmu tertentu. Dari semua hal tersebut, kita berandai-andai bahwa kelak lulusan atau para peserta didik mampu mendapatkan bekal disiplin ilmu khusus yang mampu menjadikan mereka seseorang yang profesional di bidangnya masing-masing.
Albert Bandura (1991) melalui teori kognitif sosialnya menyebutkan pentingnya modeling dalam proses belajar mengajar sehingga proses pemerolehan informasi yang didapat dalam kajian ilmu tertentu dapat lebih mudah dicerna dan dimantapkan melalui observasi langsung terhadap lingkungan sosialnya (orang lain). Proses pembelajaran terjadi melalui interaksi peserta didik dengan lingkungan sosialnya melalui pengamatan seorang model. Seorang yang sedang belajar tentang perbuatan baik, misalnya berbuat jujur, akan lebih mudah menginternalisasikan nilai-nilai kejujuran dalam kognisinya serta berimbas pada perilaku untuk selalu berbuat jujur jika lingkungannya (keluarga, sekolah dan masyarakat) mencerminkan nilai-nilai kejujuran dalam perbuatan kesehariannya. Para pendidikpun (guru, orang tua atau siapapun yang berperan) akan juga lebih mudah menanamkan nilai-nilai kejujuran tersebut serta mengajarkan bagaimana melakukan perbuatan jujur karena banyak model yang dapat diambil di lingkungannya sebagai cerminan orang-orang jujur.
Dalam konteks dinamika kehidupan di Indonesia seperti yang disebutkan di awal tulisan ini bahwa begitu banyak orang yang melakukan distorsi profesionalismenya dalam bidang mereka masing-masing, mempunyai ekses negatif terhadap pembentukan karakter serta profesionalisme para peserta didik yang sekarang tengah menjalani proses persiapan untuk menjadi seorang profesional pada waktunya kelak. Distorsi tersebut memberikan sebuah modeling yang salah tentang bidang yang mereka geluti sehingga memungkinkan akan terjadinya sebuah distorsi yang sama pada generasi yang berbeda.
Kasus-kasus pemukulan guru terhadap para siswanya, misalnya, akan memunculkan pertanyaan fundamental apakah memang pemukulan bagian dari metode guru dalam mendidik para siswanya? Ketika kasus suap menyuap terjadi di kalangan para penegak hukum, apakah memang suap bagian integral dalam dunia para penegak hukum? Ketika para politisi melakukan korupsi, apakah korupsi merupakan bagian dari dinamika kehidupan politik?
Memang, tidak setiap orang akan mengadopsi begitu saja dalam memandang distorsi tersebut sebagai model. Dituntut maturasi yang memadai secara akademik maupun moral untuk tidak meniru negative modeling yang ada dan tetap berada di jalur profesionalisme yang benar. Namun ketika lingkungan tidak mampu memberikan model yang benar untuk menuju profesionalisme, peran pendidik diperlukan untuk memberikan kontrol dan arah serta menegasikan negative modeling sehingga peserta didik tidak terbiarkan terperosok ke dalam distorsi yang menyesatkan.
Ditilik dari perspektif edukasi, menjadi profesional apapun bidang yang digeluti merupakan urgensi yang perlu dilakukan untuk memberikan pendidikan yang baik bagi generasi mendatang melalui positive modeling. Niscaya, generasi distorsi profesionalisme akan tergantikan oleh generasi yang benar-benar profesional yang mampu memberikan kontribusi yang positif bagi lingkungan, masyarakat serta negara melalui bidangnya masing-masing. Para pendidik akan dengan penuh bangganya mengatakan, “Jika kamu ingin sukses di bidang ini, maka contohlah dia yang begitu meresapi nilai-nilai profesionalisme yang tercermin dalam pekerjaannya.” Semoga kita mampu menjadi “dia” yang begitu profesional sehingga kita mampu memberikan pendidikan yang baik bagi generasi mendatang.


Daftar Pustaka
Bandura, Albert. Social Cognitive Theory of Moral Thought and Action. Connecticut: Stanford University, 1991.
Gredler, Margareth E. Learning and Instruction: Theory and Practice. New Jersey: Merill Prentice Hall, 2001.
Hornby, A S. Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Oxford: Oxford University Press, 2000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar